Asal Usul MPLS, Masa Pengenalan Sekolah Pengganti MOS

4 months ago 21
situs winjudi online winjudi winjudi slot online winjudi online Daftar slot gacor Daftar situs slot gacor Daftar link slot gacor Daftar demo slot gacor Daftar rtp slot gacor Daftar slot gacor online terbaru Daftar situs slot gacor online terbaru Daftar link slot gacor online terbaru Daftar demo slot gacor online terbaru Daftar rtp slot gacor online terbaru slot gacor situs slot gacor link slot gacor demo slot gacor rtp slot gacor informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online hari ini berita online hari ini kabar online hari ini liputan online hari ini kutipan online hari ini informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat situs winjudi online

Jakarta -

Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) menjadi kegiatan wajib di awal tahun ajaran baru untuk seluruh jenjang pendidikan, mulai dari SD, SMP, hingga SMA/SMK. Kegiatan ini bertujuan untuk memperkenalkan lingkungan sekolah kepada peserta didik baru.

Sebelum dikenal sebagai MPLS, kegiatan ini populer dengan istilah Masa Orientasi Siswa (MOS) atau Masa Orientasi Peserta Didik Baru (MOPD), yang sempat menuai kontroversi karena praktik perploncoan. Lantas, bagaimana sejarah dan perkembangan kegiatan pengenalan sekolah ini dari masa ke masa?

Berawal dari Tradisi di Masa Penjajahan Belanda dan Jepang

Tradisi perploncoan dalam kegiatan orientasi siswa baru sudah berlangsung sejak masa kolonial. Saat itu, istilah plonco digunakan sebagai bentuk pelatihan kedisiplinan dan pembentukan karakter bagi murid baru. Dalam bahasa Belanda, praktik ini dikenal sebagai ontgroening. Sementara istilah "perploncoan" mulai banyak digunakan pada masa pendudukan Jepang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam buku Bunga Rampai dari Sejarah Volume 2, Mohammad Roem menceritakan pengalamannya ketika pertama kali masuk Stovia (Sekolah Dokter Bumiputera) pada 1924. Ia menjelaskan bahwa ontgroening bertujuan menjadikan siswa baru lebih dewasa dan cepat berbaur dengan lingkungan sekolah.

Roem menggambarkan bahwa kegiatan ini dijalankan secara intens selama beberapa bulan, namun tetap berada dalam batas yang wajar. Pengawasan ketat dari pihak sekolah membuat pelaksanaan perploncoan tidak sampai mengganggu waktu belajar maupun istirahat.

Sementara itu, dalam buku Tradisi Kehidupan Akademik karya Rahardjo Darmanto Djojodibroto, disebutkan bahwa istilah "plonco" berasal dari kata yang berarti kepala gundul. Saat itu, kepala gundul identik dengan anak-anak atau orang yang belum dewasa. Karena itu, siswa baru dianggap sebagai pribadi yang masih perlu dibimbing agar siap menghadapi dunia pendidikan.

Masih dalam buku yang sama, diceritakan bahwa seorang mantan mahasiswa Ika Daigaku (Sekolah Kedokteran) menyebut istilah "perploncoan" mulai digunakan sebagai padanan dari ontgroening. Meski marak dilakukan selama masa revolusi, praktik ini juga mendapat penolakan dari sejumlah organisasi karena dianggap sebagai peninggalan kolonial dan sistem feodal.

Perkembangan Kegiatan Pengenalan Sekolah dari Masa ke Masa

Seiring waktu, praktik perploncoan mulai dilarang oleh pemerintah dan digantikan dengan berbagai istilah baru. Pada tahun 1963, kegiatan ini disebut Masa Kebaktian Taruna, lalu berubah menjadi Masa Prabakti Mahasiswa (Mapram) pada 1968. Di tahun 1991 dikenal sebagai Pekan Orientasi Studi, sementara di perguruan tinggi disebut Ospek atau Orientasi Perguruan Tinggi (OPT).

Untuk sekolah menengah, istilah MOS masih digunakan secara luas hingga awal 2010-an. Namun, karena sering disalahgunakan untuk kegiatan yang tidak mendidik, pemerintah mengambil langkah tegas. Pada 2016, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan resmi mengganti MOS menjadi MPLS, lengkap dengan aturan pelaksanaan yang lebih ketat. Kini, MPLS difokuskan sebagai kegiatan edukatif yang mendukung pembentukan karakter, pengenalan lingkungan sekolah, serta penguatan budaya positif di kalangan siswa baru.

MPLS Ramah 2025: Sekolah Aman, Nyaman, dan Menggembirakan

Memasuki tahun ajaran 2025/2026, pelaksanaan MPLS kembali ditekankan agar berjalan lebih ramah dan inklusif. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mengajak seluruh pemangku kepentingan; pemerintah daerah, sekolah, guru, orang tua, masyarakat, hingga media, untuk bersama-sama mengawal pelaksanaan MPLS secara kolaboratif dan bertanggung jawab.

Melalui pendekatan ini, MPLS diharapkan benar-benar menjadi ruang perkenalan yang menyenangkan, aman, dan mendukung tumbuh kembang anak di lingkungan sekolah.

Tonton juga Video: Antisipasi Bullying, SMAN 78 Tanamkan Pendidikan Karakter saat MPLS

(wia/imk)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

...

Read Entire Article