MK Tolak Gugatan Capres Minimal S-1, Legislator: Negara Maju Juga Sama

4 months ago 11
situs winjudi online winjudi winjudi slot online winjudi online Daftar slot gacor Daftar situs slot gacor Daftar link slot gacor Daftar demo slot gacor Daftar rtp slot gacor Daftar slot gacor online terbaru Daftar situs slot gacor online terbaru Daftar link slot gacor online terbaru Daftar demo slot gacor online terbaru Daftar rtp slot gacor online terbaru slot gacor situs slot gacor link slot gacor demo slot gacor rtp slot gacor informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online hari ini berita online hari ini kabar online hari ini liputan online hari ini kutipan online hari ini informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat situs winjudi online

Jakarta -

Wakil Ketua Komisi II DPR, Dede Yusuf, menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan syarat capres-cawapres berpendidikan paling rendah sarjana atau S-1 sudah tepat. Dede Yusuf mengatakan putusan itu membuka ruang kepada seluruh warga negara tanpa memberikan diskriminasi.

"Jadi, intinya begini, undang-undang mengenai syarat capres-cawapres itu kan memberikan ruang kepada semua warga negara untuk bisa mencalonkan atau dicalonkan tanpa memandang diskriminasi terhadap latar belakang ataupun pendidikan seseorang," kata Dede Yusuf kepada wartawan, Jumat (18/7/2025).

Dede Yusuf menyebut negara-negara maju juga tak menetapkan syarat minimal pendidikan seorang capres atau cawapres. Terpenting, kata dia, sosok capres-cawapres itu warga negara Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Nah, ini juga di berbagai negara, bahkan negara maju pun juga menggunakan hal yang sama. Dia tidak ditetapkan syarat minimal standar pendidikan apakah D-3 apakah S-1 atau yang lainnya," ujar Dede Yusuf.

"Tapi, yang jelas adalah berkewarganegaraan asli itu penting sekali. Kedua, tentu memiliki rekam jejak yang baik, positif, dan tidak ada jejak-jejak yang negatif," tambahnya.

Politikus Partai Demokrat itu melihat kualifikasi yang terpenting dari seorang pemimpin adalah kemampuan berorganisasi. Dede Yusuf tak memungkiri dibutuhkan kemampuan manajerial hingga cara menuntaskan masalah sebagai salah satu faktor pertimbangan.

"Nah, mungkin yang paling penting adalah kemampuan-kemampuan baik berorganisasi, kemampuan manajerial, kemampuan untuk mengatasi masalah-masalah krisis dan lain-lain. Itu salah satu yang menjadi jejak yang harus dimiliki oleh seorang calon presiden atau wapres," katanya.

Kendati demikian, Dede Yusuf menilai seorang presiden juga baiknya berkomitmen terhadap pendidikan. Dede Yusuf menilai wajah seorang presiden adalah gambaran suatu negara yang dipimpinnya.

"Nah, yang kedua, ini poin yang juga penting dari sisi norma politik, kita melihat bahwa Indonesia ini harus eksis di dunia internasional juga, karena bagaimanapun juga, wajah presiden kita itu adalah wajah negara. Kalau seorang pemimpin besar dari 280 juta rakyat di Indonesia justru tidak menghargai pendidikan, itu seolah-olah juga negara kita tidak menghargai pendidikan," katanya.

"Itu sebabnya, perlu juga pendidikan seorang pemimpin itu memiliki namanya kualitas pendidikan tinggi. Artinya, apa yang dilakukan MK ini sudah tepat, sudah benar, jadi tidak perlu harus mencantumkan, tapi diserahkan kepada rekayasa konstitusi, dalam hal ini adalah DPR, untuk membuat tata aturan persyaratan tersebut," sambungnya.

Putusan MK dibacakan dalam sidang yang digelar di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Kamis (17/7). Permohonan dengan nomor 87/PUU-XXIII/2025 itu diajukan Hanter Oriko Siregar, Daniel Fajar Bahari Sianipar, dan Horison Sibarani.

Berikut ini petitum gugatan tersebut:
1. Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Pasal 169 huruf r Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan secara bersyarat (conditionally unconstitutional) dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai: Pasal 169 huruf r 'berpendidikan paling rendah lulusan sarjana strata satu (S-1) atau yang sederajat'
3. Memerintahkan pemuatan Putusan dalam Berita Negara Republik Indonesia.

MK lantas menolak gugatan tersebut. MK menyatakan permohonan itu tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.

"Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Suhartoyo.

Suhartoyo juga menyatakan dirinya memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion terhadap perkara ini. Dia mengatakan seharusnya MK tidak menerima perkara tersebut karena, menurutnya, pemohon tidak memiliki kedudukan hukum.

Simak juga Video 'DPR Kritik Putusan MK: Jangan 500 Anggota Kalah dengan 9 Hakim':

Saksikan Live DetikSore :

(dwr/rfs)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article