Jakarta -
Kuasa hukum Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) menanggapi soal Tim Pembela Ulama & Aktivis (TPUA) yang meminta polisi melakukan gelar perkara khusus soal kasus tuduhan ijazah palsu Jokowi. Pengacara Jokowi menyatakan proses hukum terkait dugaan tersebut telah tuntas, sehingga permintaan gelar perkara khusus ini seperti upaya kriminalisasi terhadap Jokowi.
"Karena masih banyak pihak yang mencoba membangun narasi seakan-akan itu belum selesai, masih perlu dibangun lagi, dibuka lagi, gelar khusus, dan lain-lain. Kalau mereka mengatakan gelar khusus, gelar khusus seharusnya dimintakan sebelumnya," kata kuasa hukum Jokowi, Yakup Hasibuan, dalam jumpa pers di kawasan Senayan, Minggu (15/6/2025).
Yakup menerangkan Bareskrim Polri telah melakukan investigasi penyelidikan komprehensif. Dalam hasil penyelidikannya, Bareskrim menyatakan tidak ada tindak pidana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nah, permasalahannya sekarang mereka mengatakan bahwa kok dihentikan? 'Ini tidak boleh dihentikan di penyelidikan, harusnya dilanjuti ke tingkat penyidikan'. Inilah yang menurut kami adalah upaya-upaya kriminalisasi terhadap Pak Jokowi," jelasnya.
Yakup menekankan, jika suatu perkara sudah dinyatakan tidak mengandung unsur tindak pidana, penyidikan tidak dapat dilanjutkan. Dia mengibaratkan hal ini seperti laporan dugaan pencurian yang disampaikan ke polisi, tapi setelah dicek, ternyata tidak ada barang yang hilang.
"Kalau analoginya kan ada orang melapor, 'Pak Polisi, ada yang kemalingan nih, rumah tetangga saya, silakan ditindaklanjuti'. Polisi melakukan penyelidikan, ditanya yang punya rumah, 'Hilang nggak, Pak, barangnya?', 'Oh tidak', ya selesai. Penyelidikannya kan nggak mungkin dilanjuti dong ke penyelidikan. Dari awal sudah jelas tidak ada tindak pidana," ungkapnya.
Yakup kemudian merespons soal munculnya narasi-narasi baru seperti tuduhan terhadap skripsi, KKN, dan dosen pembimbing Jokowi. Menurutnya, hal itu merupakan upaya baru yang tidak berdasar.
"Perlu kami sampaikan bahwa pihak Bareskrim sudah menyelidiki sampai ke skripsi dan sampai ke KKN juga, ke pihak kampus juga. Artinya, semua hal-hal yang mereka coba dalilkan, coba narasikan, itu sudah diperiksa dan sudah diselesaikan. Sehingga seharusnya tidak ada lagi narasinya mengenai skripsi, mengenai KKN, mengenai dosen pembimbing. Itu semua sudah diverifikasi dan sudah dikonfirmasi oleh pihak Bareskrim ke pihak-pihak yang terkait dan berwenang," sambung dia.
TPU Minta Gelar Perkara Khusus
Pada Senin, 26 Mei 2025, TPUA mendatangi gedung Bareskrim Polri. TPUA menyampaikan keberatan atas hasil gelar perkara dan keputusan penghentian penyelidikan kasus ijazah Jokowi.
"Kita datang ke sini untuk melakukan desakan gelar perkara khusus. Di sana kita tuangkan poin-poin keberatan atas hasil gelar perkara dan hasil penyelidikan yang dihentikan pada tanggal 22 Mei yang lalu," kata Wakil Ketua TPUA, Rizal Fadhillah, di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.
Rizal menyebut keberatan itu dituangkan pada 26 poin dalam surat yang disampaikannya. Salah satunya, dia menilai penghentian penyelidikan dan gelar perkara yang dilakukan oleh Bareskrim cacat hukum.
Kedua, dia menilai proses penyelidikan dalam perkara itu tidak tuntas atau tidak lengkap. Sebab, sejumlah ahli yang dalam bukti yang telah disertakan pihaknya dan dosen pembimbing skripsi Jokowi tak dimintai keterangan oleh penyidik.
Rizal juga menilai pengumuman hasil penyelidikan kasus itu tendensius dan menyesatkan. Sebab, penyidik malah menyimpulkan bahwa ijazah itu asli.
"Itu kan menentukan identik, non-identik. Kalau asli, autentik, bukan identik. Oleh karena itu, kita sebut ini ada penyesatan. Yang diperiksa identik, non-identik, yang disimpulkan asli. Bahkan di-framing keasliannya. Saya kira ini sesuatu yang kita tidak bisa terima," sebut Rizal.
Dia juga menyebut pembuktian yang dilakukan penyidik terlalu menyederhanakan. Sebab, hanya dengan hanya meraba, dan tidak masuk kategori scientific crime investigation.
"Bareskrim dengan meraba dan melihat cekungan, kemudian disebut itu handpress dan itu letterpress. Oh nggak bisa, harusnya penelitiannya scientific, uji kertas, uji tinta," urai Rizal.
Dorongan gelar perkara khusus, ujar Rizal, bukan semata-mata karena tidak puas. Namun karena adanya dasar hukum yang jelas.
"Kasusnya itu menjadi perhatian umum, saya kira itu begitu di dalam perkapolrinya. Bahwa kalau kasus itu menjadi perhatian umum, boleh diajukan gelar perkara khusus. Karena kita tidak merasa gelar perkara biasa kemarin itu tidak optimal, dan tidak terbuka, dan tidak sesuai dengan peraturan yang ada," tera...

6 months ago
25
























