Ragam Komentar Usai MK Tolak Capres Minimal Sarjana

4 months ago 14
situs winjudi online winjudi winjudi slot online winjudi online Daftar slot gacor Daftar situs slot gacor Daftar link slot gacor Daftar demo slot gacor Daftar rtp slot gacor Daftar slot gacor online terbaru Daftar situs slot gacor online terbaru Daftar link slot gacor online terbaru Daftar demo slot gacor online terbaru Daftar rtp slot gacor online terbaru slot gacor situs slot gacor link slot gacor demo slot gacor rtp slot gacor informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online hari ini berita online hari ini kabar online hari ini liputan online hari ini kutipan online hari ini informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat situs winjudi online
Jakarta -

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan terhadap Undang-Undang Pemilu yang meminta agar calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) berpendidikan paling rendah sarjana. Keputusan MK itu menuai ragam komentar.

Dirangkum detikcom, Sabtu (19/7/2025), putusan MK dibacakan dalam sidang yang digelar di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Kamis (17/7). Permohonan dengan nomor 87/PUU-XXIII/2025 itu diajukan Hanter Oriko Siregar, Daniel Fajar Bahari Sianipar, dan Horison Sibarani.

Berikut ini petitum gugatan tersebut:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Pasal 169 huruf r Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan secara bersyarat (conditionally unconstitutional) dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai: Pasal 169 huruf r 'berpendidikan paling rendah lulusan sarjana strata satu (S-1) atau yang sederajat'
3. Memerintahkan pemuatan Putusan dalam Berita Negara Republik Indonesia.

MK lantas menolak gugatan tersebut. MK menyatakan permohonan itu tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.

"Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Suhartoyo.

Suhartoyo juga menyatakan dirinya memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion terhadap perkara ini. Dia mengatakan seharusnya MK tidak menerima perkara tersebut karena menurutnya pemohon tidak memiliki kedudukan hukum.

Alasan MK Menolak Gugatan

MK pun menjelaskan alasan menolak gugatan tersebut. Dalam pertimbangannya, MK menyatakan pemaknaan baru yang diminta oleh pemohon malah mempersempit ruang warga negara untuk menjadi calon presiden-wapres. MK menilai pasal itu sama sekali tidak menutup kemungkinan warga dengan pendidikan lebih tinggi dari SMA untuk diusung sebagai capres-cawapres oleh partai politik peserta pemilu.

"Dalam batas penalaran yang wajar, pemaknaan baru demikian justru mempersempit peluang sehingga dapat membatasi warga negara yang akan diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebagai calon presiden dan wakil presiden. Persyaratan sebagaimana diatur dalam norma Pasal 169 huruf r UU 7/2017 sama sekali tidak menutup kesempatan bagi partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum untuk mengajukan calon dengan latar belakang pendidikan yang lebih tinggi, termasuk batas pendidikan sebagaimana yang dikehendaki para Pemohon," ujar MK.

Meski demikian, MK menyerahkan kepada DPR sebagai pembentuk undang-undang untuk membahas soal syarat pendidikan capres-cawapres jika diperlukan. Menurut MK, banyak calon presiden dan wapres yang telah memiliki latar belakang pendidikan lebih dari syarat minimum dalam UU.

"Telah ternyata norma Pasal 169 huruf r UU 7/2017 yang mengatur mengenai syarat pendidikan paling rendah/minimum bagi calon presiden dan calon wakil presiden yakni tamat sekolah menengah atas, madrasah aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat, adalah tidak bertentangan dengan prinsip pemilihan umum yang jujur dan adil, pengakuan, jaminan, perlindungan, kepastian hukum yang adil, serta pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia yang merupakan tanggung jawab negara," ujar MK.

Respon Dede Yusuf

Dede Yusuf Dede Yusuf (Foto: Wisma Putra)

Wakil Ketua Komisi II DPR, Dede Yusuf, menilai putusan MK menolak gugatan syarat capres-cawapres berpendidikan paling rendah sarjana sudah tepat. Dede Yusuf mengatakan putusan itu membuka ruang kepada seluruh warga negara tanpa memberikan diskriminasi.

"Jadi, intinya begini, undang-undang mengenai syarat capres-cawapres itu kan memberikan ruang kepada semua warga negara untuk bisa mencalonkan atau dicalonkan tanpa memandang diskriminasi terhadap latar belakang ataupun pendidikan seseorang," kata Dede Yusuf kepada wartawan, Jumat (18/7).

Dede Yusuf menyebut negara-negara maju juga tak menetapkan syarat minimal pendidikan seorang capres atau cawapres. Terpenting, kata dia, sosok capres-cawapres itu warga negara Indonesia.

"Nah, ini juga di berbagai negara, bahkan negara maju pun juga menggunakan hal yang sama. Dia tidak ditetapkan syarat minimal standar pendidikan apakah D-3 apakah S-1 atau yang lainnya," ujar Dede Yusuf.

"Tapi, yang jelas adalah berkewarganegaraan asli itu penting sekali. Kedua, tentu memiliki rekam...

Read Entire Article